Energi Listrik pada Industri Kecil Teh Celup Herbal Daun Urokep

Daun Urokep atau Ketepeng Cina (Senna alata) merupakan salah satu jenis tumbuhan obat yang banyak ditemukan dan berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku teh celup herbal. Proses penting dalam pembuatan teh celup herbal skala rumah tangga adalah pencacahan daun kering menjadi serbuk yang siap dimasukkan ke dalam kantung teh celup dan proses pengepresan kantung teh celup. Proses penyerbukan daun dapat menggunakan chopper dan blender, sedangkan proses pengepresan kantung teh celup menggunakan impulse sealer. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan energi yang dibutuhkan chopper dan blender pada proses pembuatan serbuk teh celup daun urokep, serta penggunaan impulse sealer dengan panjang elemen 20 cm dan 30 cm.

Penelitian dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pencacahan daun kering menjadi serbuk dan tahap pengepresan kantung teh celup. Tahap pencacahan daun kering dilakukan dengan menghitung waktu yang dibutuhkan chopper dan blender untuk menyerbukkan 1 kg daun kering. Tahap pengepresan kantung teh celup dilakukan dengan menghitung waktu untuk mengepres 1000 kantung teh celup menggunakan impulse sealer dengan panjang elemen 20 cm dan 30 cm. Total penggunaan energi listrik yang digunakan dengan cara mengalikan daya listrik dengan waktu masing-masing alat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa energi listrik yang digunakan chopper untuk mencacah 1 kg daun Urokep kering adalah 0,10833 kWh sedangkan blender memerlukan energi yang lebih besar, yakni 0,27833 kWh. Energi listrik untuk membuat 1000 kantung teh celup pada impuls sealer 20 cm lebih rendah yaitu sebesar 0,310 kWh dibandingkan dengan impuls sealer 30 cm sebesar 0,633 kWh. Kombinasi antara chopper dan impulse sealer 20 cm sangat direkomendasikan untuk industri skala rumah tangga

Energi Listrik pada Industri Kecil Teh Celup Herbal Daun Urokep.pdf

Analisis Sootblower Terhadap Head Transfer Economizer Pada Boiler

Kementrian Energi dan Sumber Daya mineral (ESDM) menyebut konsumsi listrik nasional saat ini masih terbilang mini, yaitu seperempat dari indikator Negara maju di dunia. Dengan angka 956 Kilowatt-hour (KWh) per kapita, Konsumsi listrik indonesia baru mencapai 23,9% dari konsumsi listrik negara maju sebanyak 4000 KWh per kapita. Berdasarkan data pengamatan dilapangan, temperatur pada pipa economizer berkisar antara 280 0C sampai 330 0C padahal yang seharusnya antara kisaran 350 0C sampai 470 0C ini berdasarkan standar operasional untuk beban maksimal 4 MW. Terjadinya penurunan temperatur pada pipa economizer yang sudah dibawah batas tentu akan menyebabkan berkurangnya daya listrik yang dihasilkan kemudian konsumsi bahan bakar semakin meningkat yang awalnya 5 ton sampah kayu perjam menjadi 7 ton sampah kayu per jam. Berdasarkan analisa data dan pembahasan, dapat diambil kesimpulan mengenai analisa economizer pada boiler yang bekerja dibawah batas normal temperatur gas 330,9 0C yang seharusnya normal temperatur 470,6 0C kemudian temperatur air 152,3 0C yang seharusnya 234,8 0C diakibatkan beberapa faktor diantaranya adalah pengotoran pada pipa economizer yang mengakibatkan temperatur menjadi turun, kemudian nilai effisiensi pada economizer sebelum dilakukan penelitian adalah 58,0% dan setelah dilakukan perbaikan dan pembersihan pada pipa economizer sebesar 70,2 % nilai kenaikan temperatur tersebut sangat berpengaruh pada boiler yang menghasilkan tekanan uap yang sangat besar.

Analisis Sootblower Terhadap Head Transfer Economizer Pada Boiler.pdf

Doktor Baru di UP45 dan Upaya Menterjemahkan Visi Misi UP45

MIMBAR AKADEMIK DI UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 *)
 
Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta

Pada 9 November 2016, Ibu Dr. Bening Hadilinatih, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta telah memberikan orasi ilmiah. Orasi ilmiah iut adalah ringkasan disertasinya. Ibu Bening baru saja lulus dari Program Doktor di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM pada pertengahan 2016. Judul penelitiannya adalah: PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN PENAMBANGAN MINYAK BUMI PADA SUMUR TUA (Studi kasus: Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan penmabangan minyak bumi pada sumur tua di Blok Cepu). Disertasi ini pada hakekatnya adalah menterjemahkan visi misi UP45 ke tataran praktis di pandang dari sudut ilmu sosial. Berikut adalah ringkasan dari disertasinya.

Indonesia memiliki sangat banyak tambang minyak bumi. Hal ini karena Indonesia terletak di lokasi ‘cincin api’, yaitu lokasi yang banyak terdapat gunung berapi. Minyak bumi itu ditambang, dan lokasi penambangannya disebut sumur. Bila sumur-sumur itu dibor  sebelum tahun 1970, maka sumur itu disebut sumur tua. Sumur-sumur itu mempunyai peralatan yang sudah tua sehingga sudah lama tidak berproduksi lagi. Agar dapat berproduksi lagi, maka perlu ada pembaharuan alat-alat. Mengapa perlu peralatan baru? Hal ini karena minyak bumi harus dimanfaatkan dengan efisien. Hal itu dilakukan agar keamanan pasokan energi nasional terjamin.

Untuk mengelola kembali sumur-sumur tua itu, maka perlu pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat akan tampak jelas dari tingginya partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat yang tinggi ini akan memberi dua dampak yaitu peningkatan produksi minyak bumi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal yang menjadi permasalahan adalah partisipasi masyarakat akan menimbulkan masalah sosial dan kerusakan lingkungan.

Permasalahan pokok yang diteliti adalah: Mengapa proses pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan penambangan minyak bumi pada sumur tua belum menghasilkan partisipasi masyarakat loka yang berkualitas? Untuk menjawab permasalahan teresbut, maka akan dibahas tiga hal yaitu: 

  1. Identifikasi karakteristik masyarakat penambang.
  2. Aktivitas partisipasi masyarakat dalam pengelolaan pengusahaan penambangan.
  3. Analisis tentang proses pemberdayaan masyarakat dengan mengaitkan antara faktor-faktor pendukung pemberdayaan dengan karakteristik masyarakat serta bentuk aktivitas partisipasi masyarakat.

Apa saja kebijakan penambang minyak bumi pada sumur tua? Sumur minyak tua yang sering disebut sebagai old oil well, old well, atau abandoned oil well merupakan sumur minyak yang pengeborannya telah dilakukan puluhan tahun yang lalu. Oleh karena produksi dari sumur itu sudah mnurun maka sumur minyak itu ditinggalkan dan / atau ditutup. Minyak dari sumur minyak tua yang berada di lapangan minyak tua (mature fields / old oil fields) dapat dimanfaatkan kembali (reuse), untuk mengatasi kelangkaan sumber daya alam.

Di Indonesia, keikutsertaan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan penambangan minyak bumi pada sumur tua diatur dengan Peraturan Menteri ESDM No. 1 tahun 2008. Sumur minyak tua adalah sumur peninggalan Belanda yang dibor sebelum tahun 1970 dan tidak diusahakan oleh kontraktor migas mana pun. Di Indonesia, ada 13.824 buah sumur tua. Dari jumlah itu, sumur yang berpotensi untuk digarap kembali ada 5.000 sumur dan sumur-sumur tersebut bisa menghasilkan minyak sekitar 25 ribu barel/hari.

Untuk menggarap kembali sumur-sumur tua itu, perlu adanya partisipasi masyarakat di sekitr tempat sumur itu berada. Partisipasi adalah istilah yang sering dikaitkan dengan pemberdayaan. Partisipasi adalah tindakan atau menjadi bagian dai suatu tindakan, seperti proses pengambilan keputusan. Pemberdayaan mewakili kontrol berbagi, hak, dan kemampuan untuk berpartisipasi, serta untuk mempengaruhi keputusan, seperti pada alokasi sumber daya.

Pemberdayaan ada tga tingkatan yaitu micro level (desa), meso level (kota / wilayah), dan macro level (nasional). Pemberdayaan pada skala individu, adalah peningkatan kapasitas seseorang untuk mendapatkan kontrol atas kehidupan pribadi dan untuk mempromosikan perubahan dalam struktur kekuasaan. Peningkatan kapasitas itu dapat meningkatkan kesejahteraan seseorang. Pada skala masyarakat, pemberdayaan mengacu pada proses yang membuat komunitas memperoleh kekuatan bersama dalam kaitannya dengan keadaan sebelumnya.

Pemberdayaan juga berarti adanya pendelegasian secara sosial dan etika / moral. Kerangka kerja pemberdayaan tersebut dapat dilihat dari akronim ACTORS berikut ini:

  • A = Authority (wewenang) dengan memberikan kepercayaan.
  • C = Confidence and competence (rasa percaya diri dan kemampuan).
  • T = trust (kepercayaan)
  • O = Opportunities (kesempatan)
  • R = Responsibilities (tanggung jwaab)
  • S = Support (dukungan).

Faktor-faktor peberdayaan masyarakat tersebut di atas dapat disejajarkan dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap implementasi suatu kebijakan. Faktor-faktor tersebut adalah: komunikasi, ketersediaan sumber daya (SDM, pendanaan dan kewenangan), sikap dan komitmen dari pelaksana program, dan strukur birokrasi.

Faktor-faktor pemberdayaan yang dikaji dalam penelitian ini meliputi faktor-faktor sebagai berikut:

1.  Karakteristik masyarakat penambang

     a.    Kapasitas masyarakat.

     b.    Pemahaman masyarkat tentang sumber daya alam.

2.  Dukungan terhadap proses pengembangan kapasitas.

     a.    Sikap dan komitmen dari pelaksana kebijakan

     b.    Komunikasi

     c.    Ketersediaan sumber daya (SDM, sarana dan prasarana, serta pendanaan).

3. Hubungan kewenangan antara masyarakat penambang dengan lembaga-lembaga pengelola penambangan.

      a.   Struktur birokrasi

      b.   Pembagian kewenangan.

METODE

  • Tipe penelitian: kualitatif.
  • Lokasi penelitian: Blora dan Bojnegoro
  • Informan: ada 3 kelompok yaitu

           a.    Pejabat pembuat dan pelaksana kebijakan

           b.    Pelaku penambangan minyak.

           c.    Masyarakat. 

  • Teknik pengumpulan data: wawancra mndalam, oservasi, dokumentasi.
  • Teknik analisis data: reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik masyarakat penambang

§  Kapasitas manajerial yang dimiliki oleh masyarakat penambang, baik secara individu maupun kelompok, masih   rendah.

§  Pemahaman masyarakat tentang kepemilikan, hak pengelolaan penambangan, keberlanjutan dan dampak dari kegiatan penambangan, maupun harapan-harapan ke depan masih beragam.

§  Kesejahteraan meningkat, tetapi baru sampai pada tahap kecukupan untuk memenuhi hidup sehari-hari. Mereka belum dapat menginvestasikn pendapatannya untuk masa depan.

§  Ketergantungan masyarakat penambang pada kegiatan penambangan minyak bumi pada sumur tua masih sangat kuat. 

Partisipasi masyarakat di lokasi penelitian merupakan kondisi partisipasi yang lemah.

§  Kurang memiliki kemampuan untuk merencanakan atau memutuskan pengembangan mereka sendiri.

§  Pimpinan kelompok penambang atau KUD/BUMD belum berperan dalam meningkatkan kapasitas masyarakat.

§  Kurang memperhatikan pentingnya peningkatan kemampuan dan ktrampilan.

§  Partisipasi masyarakat dikendalikan dan dikelola oleh agen eksternal.

§  Cenderung mempertahankan cara-cara lama.

§  Cenderung menolak intervensi dari pemerintah, meskipun penolakan tersebut bersifat tersembunyi atau ada resistensi terselubung (hidden transcript).

§  Adanya motivasi ekstrinsik (berupa bujukan, pengaruh, dorongan) dari luar.

Pemberdayaan masyarakat penambang belum dapat memperkuat kemauan, kesempatan, dan kemampuan (capacity strengthening) masyarakat untuk dapat meakukan partisipasi yang berkualitas.

Beberapa temuan tentang pemberdayaan masyarakat sebagai proses peningkatan kualitas partisipasi adalah:

 

  • Dukunan terhadap pengembangan kapasitas masih kurang.
  • Belum adanya koordinasi yang baik antara instansi-instansi terkait dan belum adanya keterbukaan antar pemangku kepentingan.
  • Ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan dalam proses pemerdayaan masyarakat penambang belum tercukupi.
  • Adanya pemikiran praktis dari penambang yang menyebabkan aktivitas penambangan yang dilakukannya hanya berorientasi pada kebutuhan untuk memperoleh penghasilan, tanpa memikirkan pertimbangan-pertimbangan jangka panjang, keamanan fisik, dan kelestarian lingkungan hidup.
  • Adanya ketergantungan penambang pada investor atau pihak-pihak yang memiliki modal besar.

KESIMPULAN, TEMUA TEORITIS DAN SARAN

  • Kebijakan pengaturan pengusahaan penambangan minyak bumi pada sumur tua belum dilaksanakan dengan proses pemerdayaan masyarakat yang sesuai dengan kondisi masyarakat setempat.
  • Pemberian kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan penambangan belum dilengkapi dengan dua hal:

a.    Strategi peningkatan kapasitas penambang

b.    Kebijakan yang mengatur tentang pembagian kewenangan dan pola hubungan antar pelaksana kebijakan.

  • Proses tindakan sosial yang dilakukn untuk memberdaykan masyarakat belum memperhatikn kondisi masyarakat secara multilevel dan multidimensi. Masyarakat penambang di tigkat individu, organisasi, dan masyarakat belum dapat terlibat dan berpartisipasi dalam proses kegiatan. Proses kegiatan itu berpengaruh dalam memebtnuk masa depan mereka, baik yang berkaitan dengan perubahan sosial, politik, ekonomi, dan hukum.

TESIS DARI KAJIAN INI ADALAH:

  1. Pemberian kesempatan pada masyrakat untuk berparisipasi dalam pengelolaan sumber daya alam, harus diawali dengan proses pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan ini dapat mendorong peningkatan kualitas partisipasi dan kesejahteraan masyarakat. 
  2. Pemberdayaan masyarakat dalam konteks pengelolaan sumber daya alam di era otonomi daerah haruslah ditekankan sebagai proses peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumber daya yang ada di sekitarnya. Pemberdayaan itu dapat dilakukan melalui pengaturan pembagian kewenangan dan peningkatan kapasitas sosial, ekonomi, politik, dan hukum, baik di tingkat individu mupun kelompok / organisasi.

IMPLIKASI PRAKTIS PENELITIAN

  • Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan pengusahaan penambangan minyak bumi pada sumur tua dapat ditingkatkan kualitasnya. Peningkatan kualitas partisipasi itu dapat ditingkatkan melalui peningkatan kapasitas masyarakat di bidang sosial, ekonomi, politik dan hukum. Peningkatan itu dilakukan baik pada level individu mapun kelompok / lembaga.
  • Selain peningkatan kualitas partisipasi, juga diperlukan pembagian kewenangan kepada pemangku kepentingan terkait secara proposional (sesuai dengan kapasitas serta ruang lingkup aktivitas, tugas, dan kewajibannya).

SARAN UNTUK PERBAIKAN KEBIJAKAN PENGATURAN PENAMBANGAN MINYAK BUMI PADA SUMUR TUA:

  1. Kebijakan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan penambangan minyak bumi pada sumur tua perlu dilakukan dengan pola hubungan kelembagaan. Pola hubungan kelembagaan itu akan dapat mendorong msyarakat berpartisipasi mengelola penambangan minyak bumi pada sumur tua secara konstruktif.
  2. Dalam pengeloaan pengusahaan penambangan minyak bumi pada sumur tua, distribusi kewenangan kepada pemerintah pusat, pemerintah kabupaten / kota, K3S, KUD / BUMD, serta kelompok penambang perlu memperhatikan kriteria:

a.    Eksternalitas.

b.    Akuntabilitas

c.    Efisiensi

d.    Sinergi.

Penemuan penelitian dari Dr. Bening Hadilinatih tersebut terutama tentang karakteristik masyarakat yang berada di sekitar tambang, ternyata sesuai dengan tulisan Tambunan (2016). Tambunan menulis bahwa di Jambi, Sumatera, ternyata sangat banyak tambang emas. Tanahnya juga sangat subur sehingga banyak hasil bumi yang melimpah seperti lada, kakao, kopi dan karet. Begitu melimpahnya hasil-hasil tambang itu sehingga Sumatera dijuluki Suwarnadwipa atau Pulau Emas.

Melimpahnya sumber daya alam itu, ternyata tidak berkorelasi dengan kesejahteraan masyarakat Jambi. Hal-hal buruk yang menimpa masyarakat Jambi antara lain:

  • Penambang emas liar semakin marak terjadi
  • Kebun karet berubah wajah menjadi lubang-lubang tambang. Masyarakat tidak mempedulikan lingkungan hidup.
  • Sungai-sungai yang ada hancur oleh alat penambang, sehingga Jambi menjadi rawan bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Banyak anggota masyarakat yang mati sia-sia.
  • Pemanfaat air raksa untuk menambang emas, ternyata meracuni makhluk hidup dalam jangka panjang. Air sungai di Jambi mengandung merkuri sehingga tidak layak dikonsumsi.
  • Banyak terjadi kerusuhan sosial, karena masyarakat miskin melawan. Konflik sosial meningat tajam.

Fenomena yang terjadi di Jambi juga terjadi di penambangan minyak di Cepu dan Blora. Fenomena tersebut memaksa kita untuk merenung kembali, apakah sumber daya alam yang melimpah itu berkah atau kutukan? Para pakar ilmu sosial hendaknya tidak berpangku tangan melihat situasi yang menyedihkan ini. Salah satu peran pakar ilmu sosial seperti Dr. Bening Hadilinatih ini ingin menyuarakan kepada Pemerintah Indonesia akan pentingnya CSR (Corporate Social Responsibility). Masyarakat hendaknya tidak hanya menjadi penonton tetapi juga terlibat dalam pembangunan / pemanfaatan hasil tambang secara bijaksana.

Orasi ilmiah yang dilakukan oleh Dr. Bening Hadilinatih ini membuktikan bahwa ilmu-ilmu sosial seperti psikologi, hukum, dan ekonomi, ternyata dapat diterapkan dalam dunia minyak dan gas. Hal ini penting untuk dikemukakan karena visi dan misi Prodi Psikologi, Fakultas Psikologi, dan Universitas Proklamasi 45 adalah berhubungan dengan minyak, gas, dan energi. Adanya orasi ilmiah ini, diharapkan para dosen dalam bidang ilmu sosial dapat meneliti tentang berbagai hal yang relevan dengan minyak, gas, dan energi. *) [SUMBER]

Daftar Pustaka:

Tambunan, I. (2016). Tambang liar: Mengeruk petaka di Pulau Emas. Kompas. 10 November, halaman 22.

 

Dosen Berprestasi UP45 di Bidang Migas

M. Sigit Cahyono, S.T,.M.Eng adalah Dosen di prodi Teknik Perminyakan dan Teknik Lingkungan Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta (UP45). Beliau menempuh pendidikan S1 di jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, dan pendidikan S2 nya di Magister Sistem Teknik (MST) Universitas Gadjah Mada. Saat ini selain sebagai Dosen tetap di Universitas Proklamasi 45, beliau juga bekerja sebagai Tenaga Ahli Wakil Ketua Komisi VII & Bidang Legislasi FPKS DPR-RI. Sebelumnya sempat menjabat sebagai Ketua Prodi & Sekretaris Prodi Teknik Perminyakan UP45 masing-masing selama kurang lebih satu tahun.

M. Sigit Cahyono sangat aktif menulis artikel di berbagai media massa. Sudah lebih dari 30 artikel yang terbit di media massa lokal maupun nasional, diantaranya Suramnya Dunia Migas (Harian Kontan, 2015), Mencari Pemimpin Bervisi Energi (Kedaulatan Rakyat,2014) dan Pembatasan BBM dan Energi Alternatif (Harian Kontan, 2012). Semua tulisannya bisa dibaca di website resminya : www.sigitcahyono.com. Selain itu, beliau juga sudah menghasilkan 2 buah jurnal ilmiah dan 1 buah makalah yang dipresentasikan di seminar ilmiah nasional selama 4 tahun lebih  berkarir di UP45.

Selain artikel, ada dua buku yang sudah diterbitkan yaitu Biofuel, Energi Alternatif Masa Depan (Aswaja Press, 2014) dan Panduan Praktis Membuat Biogas Portabel Skala Rumah Tangga dan Industri (Andi Publisher). Menurut rencana, buku ketiganya yang berjudul "Kapita Selekta Energi Baru Terbarukan", akan diterbitkan dalam beberapa waktu ke depan. (R.J/S.C)

Enam Fakta Migas Indonesia yang Wajib Kamu Tahu

Dari kecil kita sudah terbiasa mendengar bahwa negara kita kaya akan sumber daya alam, termasuk minyak dan gas bumi (migas). Tanpa sadar pemikiran seperti ini terus terbawa sampai saat ini. Benarkah demikian? Coba simak enam fakta migas Indonesia berikut ini:

1. Indonesia saat ini kekurangan migas

Ternyata Indonesia sudah menjadi net oil importer dari tahun 2004. Artinya semenjak tahun tersebut, impor minyak Indonesia dari negara lain lebih banyak daripada ekspor minyak dari Indonesia ke negara lain. Saat ini kita hanya mampu memproduksi sekitar 800 ribu barel minyak per hari, sementara konsumsi minyak kita mencapai 1,6 juta barel minyak per hari. Sangat besar kan kesenjangannya.

Dari sisi gas, saat ini sebenarnya pasokan gas kita masih cukup memenuhi kebutuhan domestik. Hanya saja, lapangan gas umumnya berlokasi jauh dari pusat industri yang menggunakan gas. Sayangnya, infrastruktur penerima gas juga belum banyak dipunyai di Indonesia, sehingga tidak semua gas bisa terserap.

Satu lagi yang penting dicermati, pertumbuhan konsumsi gas dalam negeri terus naik dengan rata-rata pertumbuhan 9 persen per tahun. Apabila penambahan cadangan tidak lebih cepat dari pertumbuhan konsumsi ini, bukan tidak mungkin suatu saat kita juga akan jadi net gas importer.

2. Cadangan terbukti kita jauh dari negara-negara lain

Menurut data pada Dirjen Migas, cadangan terbukti Indonesia per Januari 2016 hanya 3,3 miliar barel untuk minyak dan 101,2 triliun kaki kubik untuk gas. Menurut data BP Statistical Review 2016, cadangan minyak Indonesia hanya sebesar 0,2 persen dari total cadangan minyak dunia. Sedangkan untuk gas, cadangan terbukti kita hanya 1,5 persen dari cadangan gas dunia.

3. Kesenjangan Konsumsi dengan Produksi Semakin Melebar

Tanpa adanya penambahan cadangan baru, kesenjangan antara konsumsi migas dengan produksi migas yang kita hasilkan semakin melebar. Menurut estimasi Dewan Energi Nasional (DEN), konsumsi migas kita akan menjadi 3,63 juta barel setara minyak per hari di tahun 2025 dan 8,49 juta barel setara minyak per hari di tahun 2050.

Sedangkan menurut data dari SKK Migas, tren lifting migas kita terus menurun. Lifting migas telah turun dari 2,34 juta barel setara minyak per hari di 2010 menjadi 1,96 juta barel setara minyak per hari di 2015. Tanpa ada penemuan cadangan baru, lifting kita diperkirakan akan terus merosot menjadi 1,75 juta barel setara minyak per hari di tahun 2020.

4. Cadangan migas kita bisa habis tidak lama lagi

Apabila cadangan baru tidak ditemukan dan kita tetap mengkonsumsi migas seperti saat ini, maka cadangan migas yang kita punyai sekarang ini diperkirakan akan habis tidak lama lagi. Cadangan minyak kita diperkirakan hanya cukup untuk 12 tahun, sedangkan cadangan gas akan habis 37,8 tahun lagi. Tentunya, ini bisa dicegah apabila penambahan cadangan berhasil dilakukan.

5. Secara geologis potensi migas kita masih menjanjikan

Pakar perminyakan menilai potensi geologi Indonesia masih menjanjikan untuk menambah cadangan migas. Sebagai ilustrasi, saat ini masih ada 74 cekungan hidrokarbon yang belum dieksplorasi. Selain itu pada cekungan-cekungan yang sudah menghasilkan migas, potensi pun masih ada selama kegiatan eksplorasi digalakkan. Contohnya saja penemuan cadangan minyak besar di Blok Cepu di tahun 2001 padahal sebelumnya di sekitar wilayah tersebut sudah cukup banyak kegiatan produksi migas.

6. Ada tiga solusi utama

Untuk mencegah terjadinya krisis migas di Indonesia, setidaknya ada tiga langkah yang harus dilakukan. Tiga langkah tersebut adalah meningkatkan produksi migas dengan teknologi baru, meningkatkan kegiatan eksplorasi migas, dan memperpendek jeda waktu dari penemuan sumber migas ke produksi. Apabila diperhatikan, tiga solusi ini erat kaitannya dengan investasi di industri hulu migas. Tanpa adanya investasi, tidak mungkin tiga solusi ini bisa berjalan.

Untuk itu semua pihak, baik lembaga pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan semua pemangku kepentingan, termasuk masyarakat harus berupaya menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi industri hulu migas. Dengan adanya iklim investasi yang baik, cadangan migas diharapkan dapat bertambah dan Indonesia terhindar dari ancaman krisis energi.

Powered By:

SKK Migas

[SUMBER]

Waspada, Ini Ciri-ciri Lowongan Kerja Palsu di Perusahaan Minyak

Belakangan ini beredar informasi tentang lowongan kerja pada perusahaan yang bergerak pada sektor hulu minyak dan gas bumi (migas). Namun, ternyata tak semua informasi lowongan kerja tersebut benar alias hoax yang dibuat oknum tertentu yang ingin menipu.

Hal ini yang diingatkan lembaga pemerintah yang mengawasi kegiatan hulu migas, yaitu Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

Seperti mengutip situs resmi SKK Migas, di Jakarta, Rabu (8/2/2017), lembaga tersebut dan perusahaan hulu migas akhir-akhir ini sering mendapat pengaduan masyarakat tentang adanya lowongan kerja palsu yang mengatasnamakan SKK Migas, dan perusahaan hulu migas.

Menanggapi aduan tersebut, SKK Migas mengimbau segenap masyarakat untuk dapat waspada terkait modus pembukaan lowongan kerja pada perusahaan hulu migas.

Berikut ciri-ciri lowongan kerja palsu pada perusahaan migas:

– Pengumuman lowongan kerja menggunakan alamat email umum, bukan email resmi dari SKK Migas, atau perusahaan hulu migas.

– Sumber informasi tidak berasal dari situs resmi SKK Migas atau perusahaan hulu migas.

– Rekrutmen palsu sering kali meminta pelamar untuk mengirim sejumlah uang ke perusahaan travel tertentu. Ini merupakan modus yang paling sering digunakan.

Padahal dalam rekrutmen‎, baik SKK Migas maupun perusahaan hulu migas di bawah naungan SKK Migas tidak pernah bekerjasama dengan dengan perusahaan travel manapun.

SKK Migas pun mengimbau masyarakat jika menemukan lowongan kerja dengan ciri-ciri tersebut, atau yang mencurigakan, untuk melakukan konfirmasi pada alamat email [email protected]. (Pew/Nrm)

 

[SUMBER]

Mencari Migas Semakin Sulit

Di tengah kebutuhan energi nasional yang terus meningkat, menemukan minyak dan gas bumi (migas) menjadi semakin sulit. Tanpa dukungan teknologi dan investasi, penemuan cadangan besar akan semakin langka dan kesenjangan antara produksi dengan konsumsi akan terus melebar.

Data menunjukkan, cadangan migas signifikan yang terakhir ditemukan Indonesia adalah Banyu Urip di Blok Cepu. Lapangan yang akan menjadi tulang punggung produksi migas nasional ini ditemukan tahun 2000. Jarak waktu penemuan Banyu Urip dengan penemuan cadangan signifikan lainnya, yaitu Lapangan Handil di Blok Mahakam, mencapai sekitar tiga puluh tahun. Artinya, dalam kurun waktu tersebut eksplorasi hanya berhasil menemukan deposit cadangan migas yang kecil-kecil dan akibatnya cadangan migas nasional terus merosot.

Penurunan cadangan sebenarnya hal yang lumrah terjadi pada industri ekstraktif. Jika eksplorasi tidak berhasil menemukan cadangan baru, sementara di sisi lain konsumsi tetap malah bertambah, maka cadangan yang ada sudah pasti menurun. Fenomena ini sebenarnya tidak hanya dialami oleh Indonesia, tetapi juga negara-negara penghasil migas lainnya. 
""
Di tengah kebutuhan energi nasional yang terus meningkat, menemukan minyak dan gas bumi (migas) menjadi semakin sulit.
 

Ini Tambahan Produksi Migas Baru di 2017

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan tahun ini Indonesia akan mendapat tambahan pasokan migas, dengan berproduksinya blok migas baru.

Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gass Bumi (SKK Migas) Taslim Z Yunus mengatakan‎,‎ blok migas ya‎ng akan berproduksi pada tahun ini adalah Jangkrik di Kalimantan Timur, dengan kapasitas produksi gas 450 MMSCFD pada Juli 2017. Gas tersebut akan diolah menjadi gas alam cair (Liqufied Natural Gas/ LNG) di kilang LNG Bontang.

"Kita berharap 2017 yang besar Jangkrik produksi Juli 2017, 450 MMSCFD, kira-kira satu train LNG Bontang, dia masuk sistem East Kalimantan," kata Taslim, di Jakarta, Rabu (14/2/2017).

‎Taslim melanjutkan, tambahan produks yang lainnya berasal dari Blok Musi Timur di Sumatera Selatan dengan produksi gas sebesar 150 MMSCFD. Blok yang dioperasikan oleh PT Pertamina EP tersebut akan mulai beroperasi Februari 2017.

Berikutnya adalah Blok Madura BD yang rencananya akan berproduksi Maret, menghasilkan minyak sebanyak 6.600 barel per hari, dan gas sebesar 110 MMSCFD.

Tambahan produksi migas dari blok West Madura Off Shore ‎(WMO) CPP 2 yang dikelola Pertamina Hulu Energi (PHE) pada Maret 2017, sebesar 12.650 barel per hari untuk minyak, sedangkan gas sebesar 33 MMSCFD.

‎Berikutnya adalah Blok Paku Gajah yang dikelola Pertamina EP, menghasilkan minyak 12.800 barel minyak per hari dan gas 35 MMSCFD. Blok Petapah memproduksi minyak 9 ribu barel per hari, rencananya akan berproduksi September 2017 dan lapangan Sumpal Blok Grisiki dengan produksi gas sebesar 310 MMSCFD.

"Itu kira-kira yang akan menambah produksi migas 2017," tutup Taslim.

 

[SUMBER]

Nasib Transformasi Kelembagaan SKK Migas

SKK Migas adalah lembaga yang dibentuk oleh pemerintah Republik Indonesia untuk menggantikan BP Migas yang dibubarkan Mahkamah Konstitusi karena dinyatakan inkonstitusional. SKK Migas bertugas melaksanakan pengelolaan dan pengawasan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi berdasarkan Kontrak Kerja Sama. Sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi No. 36/PUU-X/2012, pembentukan lembaga ini hanya bersifat sementara untuk selanjutnya akan dibentuk lembaga pengganti berbentuk BUMN.

Masalah tata kelola migas seperti kontrak wilayah kerja migas, insentif, cost recovery, dan status kelembagaan SKK migas yang sesuai dengan amanat keputusan Mahkamah Konstitusi masih menjadi kendala di sepanjang tahun 2016 yang lalu bagi Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menyelesaikan draft revisi Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi (Migas). Ada beberapa pilihan transformasi kelembagaan SKK migas yang mengemuka dari pihak pemerintah dan DPR yaitu dilebur dengan pertamina atau dijadikan BUMN Khusus. Akan tetapi hingga sekarang wacana perubahan status kelembagaan SKK Migas masih menjadi perdebatan.

Pemerintah melalui kementerian ESDM telah mengajukan usulan perubahan SKK migas menjadi BUMNK dalam pembahasan RUU migas bersama DPR. Pemerintah akan  memberi izin kepada BUMN dan kepada BUMN Khusus untuk  melaksanakan kegiatan pengusahaan migas. BUMN yaitu Pertamina mengusahakan wilayah kerja migasnya sendiri. Sementara, BUMNK mengusahakan wilayah kerja KKKS, baik menggunakan kontrak bagi hasil maupun kontrak skema gross split. Aset migas di Indonesia akan tetap dikelola oleh BUMNK dengan perspektif bisnis seperti korporasi dan diberikan kewenangan untuk membuat perjanjian dengan kontraktor. Akan tetapi, pengelolaan BUMNK tetap berada di bawah pengawasan Kementerian ESDM. BUMNK nantinya akan tunduk pada UU Migas dan UU perseroan BUMN.

Anggota DPR komisi VII Inas dalam keterangannya kepada katadata berpendapat bahwa keberadaan SKK Migas saat ini merupakan salah satu bentuk inefisiensi dalam pengelolaan migas nasional. Bahkan, jika dijadikan BUMN Khusus pun bisnisnya malah akan berbenturan dengan PT Pertamina. Akan lebih baik jika  SKK Migas dilebur dengan Pertamina. Sehingga peran regulasi akan kembali dipegang Pertamina, seperti sebelum adanya UU Migas no 22 tahun 2001.

Sejalan dengan pendapat Inas, Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto pernah mengungkapkan keinginannya agar dapat memanfaatkan aset cadangan migas yang dikelola SKK Migas. Dengan menguasai aset tersebut, Pertamina dapat meningkatkan kemampuan pendanaannya sehingga lebih memudahkan dalam mencari pinjaman untuk membiayai modal investasi terutama di sektor hulu migas. Hal ini dimaksudkan untuk membangun kedaulatan dan kemandirian energi.

Apabila SKK migas dilebur dengan pertamina, ini mengingatkan kita kembali pada peran pertamina dalam UU no 8 tahun 1971. Saat itu berlaku sistem dua kaki, dimana pertamina bertindak sebagai badan usaha sekaligus pembuat aturan pengendalian dan pengawasan terhadap perusahaan minyak lain. Apabila fungsi regulasi dan pengawasan bergabung dalam suatu badan usaha maka hal ini dapat menimbulkan monopoli usaha yang justru akan mengurangi minat investor asing untuk berinvestasi di migas Indonesia. Padahal seperti yang telah kita ketahui wilayah kerja eksplorasi di Indonesia memasuki era ….., sehingga untuk mengurangi resiko, pemerintah perlu bekerjasama dengan investor asing. Oleh karena itu, Pertamina harus terus menjadi lembaga yang tanpa memiliki fungsi regulasi dan fungsi pengawasan di sektor migas. Pelimpahan aset SKK migas pada pertamina yang digunakan sebagai modal pinjaman hutang dan modal investasi pada industri hulu migas malah akan beresiko tinggi bila eksplorasi tidak berhasil atau harga minyak merosot seperti pada awal tahun 2016 yang sempat menyentuh angka 26 US$/ barrel. Di sisi lain, transformasi SKK migas menjadi BUMNK selanjutnya akan menimbulkan pertanyaan tentang kejelasan pembagian perannya dengan PT Pertamina.

SKK migas sebagai lembaga dengan fungsi regulasi dan pengawasan sebaiknya berdiri sendiri dan tidak berada dibawah badan usaha pemerintah. SKK migas hanya perlu di berikan landasan hukum yang kuat.

Apapun keputusan bentuk kelembagaan SKK Migas nantinya, harapannya, pilihan itu haruslah sesuai dengan amanat UUD pasal 33 dan putusan MK serta dilandasi sejumlah konsep dan aturan hukum yang jelas agar dapat memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha industri migas sehingga menarik minat mereka untuk berinvestasi di sektor hulu migas Indonesia. (D.S)

 

Yogyakarta Mengalami Krisis BBM?

Momen dan euforia libur natal 2016 dan memasuki tahun baru 2017 yang telah berlalu, namun seperti masih terasa hingga saat ini, pengunjung yang berasal dari pulau jawa sendiri dan dari luar pulau jawa, begitu antusias melakukan trip atau kunjungan ke Yogyakarta, sajian pesona alam, kuliner, dan tempat bersejarah menjadi daya tarik wisatawan lokal maupun manca negara.

Menurut data statistik, total wisatawan lokal maupun manca negara hingga pada penghujung tahun 2015 yang berkunjung ke Yogyakarta adalah sekitar 3,5 juta jiwa atau jika dilakukan rata-rata perbulan adalah sebanyak 292 ribu orang. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya ada kenaikan sekitar 7,5%, yang artinya, selama setahun jumlah wisatawan yang datang ke yogyakarta adalah hampir sama dengan total jumlah penduduk Yogyakarta sendiri.

Kedatangan wisatawan merupakan anugerah yang sangat besar bagi salah satu kota wisata yang terkenal di dunia ini, terkendalinya segala kebutuhan merupakan hal paling utama untuk menunjang sektor ini. Jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar menurut jenisnya di D.I. Yogyakarta pada tahun 2015 sebanyak 206.658 ribu, ini belum termasuk dengan kendaraan dari luar kota Yogyakarta sendiri. Jika diasumsikan kendaraan dengan plat luar kota Yogyakarta adalah sekitar 20%, berarti ada penambahan sekitar 248 ribu total kendaraan di Yogyakarta.

Banyaknya kendaraan harus sebanding dengan tercukupnya stasiun pengisian bahan bakar untuk kendaraan umum di kota yogyakarta. Selama beberapa tahun terakhir, diketahui bahwa seluruh SPBU khusus di kota Yogyakarta menggunakan kuota pokok BBM adalah sebesar 91.769 kiloliter dan memiliki kuota tambahan BBM sebesar 10.167 kiloliter selama satu tahun. Apakah kuota ini cukup stabil digunakan ketika permintaan BBM yang tinggi pada saat terjadinya libur panjang? Atau akan ada penambahan kuota lagi?.

Jika anda membaca suatu susunan kata “Daerah Istimewa Yogyakarta” atau “D.I Yogyakarta”, hal apa yang akan terbesit di benak anda saat ini? Apakah Gudeg? Atau Bakpia? Atau Tugu? Atau Malioboro? Atau Kota Pelajar?. Jika anda menyebut satu dari beberapa hal yang saya sebutkan diatas, maka anda benar, atau jika anda menyebutkan hal yang lain, maka mungkin anda juga benar, karena jika anda sudah pernah ke Yogyakarta, berarti anda sudah menjadi bagian yang merasakan, dan atau melihat indahnya kota ini karena memiliki wisata pantai dan candi. Menurut berbagai macam informasi, Daerah Istimewa Yogyakarta atau dalam bahasa Jawa: Dhaérah Istiméwa Ngayogyakarta adalah Daerah Istimewa setingkat provinsi di Indonesia yang merupakan peleburan Negara Kesultanan Yogyakarta dan Negara Kadipaten Paku Alaman.

Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di bagian selatan Pulau Jawa, dan berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan Samudera Hindia. Daerah Istimewa yang memiliki luas 3.185,80 km2 ini terdiri atas satu kotamadya, dan empat kabupaten, yang terbagi lagi menjadi 78 kecamatan, dan 438 desa/kelurahan. Menurut sensus penduduk 2015 memiliki populasi 3.679.176 jiwa dengan proporsi 1.818.800 laki-laki, dan 1.860.376 perempuan, serta memiliki kepadatan penduduk sebesar 1.155 jiwa per km atau mengalami kenaikan sebesar 1,06% sejak tahun 2010. Penyebutan nomenklatur Daerah Istimewa Yogyakarta yang terlalu panjang menimbulkan penyingkatan nomenklatur menjadi DI Yogyakarta atau DIY. Daerah Istimewa Yogyakarta sering dihubungkan dengan Kota Yogyakarta sehingga secara kurang tepat sering disebut dengan Jogja, Yogya, Yogyakarta, Jogjakarta. Walau secara geografis merupakan daerah setingkat provinsi terkecil kedua setelah DKI Jakarta, Daerah Istimewa ini terkenal di tingkat nasional, dan internasional, terutama sebagai tempat tujuan wisata andalan setelah Provinsi Bali.

Jumlah SPBU di kota Yogyakarta tersebar di 95 titik, dari total titik-titik tersebut, BBM jenis premium memiliki sebanyak 223 tanki/dispenser, pertalite (382), Pertamax (280) dan solar/biosolar (189). Dari jumlah tersebut dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan harian atas BBM ketika terjadi lonjakan kendaraan pada saat libur panjang, pemerintah daerah Yogyakarta pasti mampu mengantisipasi jika seandainya perlu dilakukan penambahan atas kuota BBM sehingga tidak terjadi antrian yang panjang di SPBU di kota Yogyakarta. (Syaiful Mansyur<strong>; 2017)